Perkembangan teknologi khususnya internet bagaikan dua
sisi mata uang. Internet merupakan suatu keuntungan dan kerugian. Dilihat dari
segi fungsi dan kegunaan, internet merupakan suatu fasilitas yang dapat
memudahkan siapapun dan dimanapun untuk mencari atau bertukar informasi. Namun,
di sisi lain internet juga merupakan “perusak”. Entah itu perusak moral maupun
perusak otak manusia. Bisa dikatakan demikian, sebab internet dapat menjadi ‘candu’
bagi siapapun. Adiksi atau kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan
yang sangat kuat dan tak mampu lepas dari keadaan itu. Seseorang yang kecanduan
merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya. Kecanduan internet diantaranya
terjerat games, akses situs porno, akses bermacam informasi, serta aplikasi
lain. Pencandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan
lainnya. Umumnya, pencandu asyik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan
sekitarnya, hingga kewajiban lain. Hal tersebut dapat terjadi karena pecandu
mendapatkan kesenangan, kenyamanan, dan keasyikan dari menggunakan fasilitas
internet. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika, kecanduan
internet tampak dari adanya tiga gejala atau lebih yang terjadi dalam periode
12 bulan:
1. Tingkat toleransi meningkat, sementara tingkat kepuasan berkurang. Dari waktu ke waktu, Anda membutuhkan lebih banyak waktu
berselancar di internet untuk mendapatkan kepuasan yang sama.
2. Kehilangan Interaksi Sosial.
Anda cenderung menarik diri selama beberapa hari dalam
sebulan saat mengurangi waktu berselancar dalam jaringan. Gejala ini kemudian
membahayakan atau merusak kemampuan Anda untuk berinteraksi sosial.
3. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah adalah menggunakan internet.
4. Menggunakan internet lebih sering dan lebih lama, daripada yang Anda
inginkan.
5. Menghabiskan sebagian besar waktu malam hari dengan kegiatan yang
berhubungan dengan internet.
6. Berhenti melakukan interaksi sosial dengan orang sekitar, pekerjaan
atau kegiatan rekreasi dan menggantinya secara online.
7. Beresiko kehilangan hubungan
penting, pekerjaan, kesempatan pendidikan atau karir karena penggunaan internet
yang berlebihan.
Kecanduan internet dapat berdampak besar dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa seseorang yang
kecanduan internet akan menjauh dari interaksi sosial dalam kehidupan nyata.
Hal ini disebabkan karena seseorang yang kecanduan internet merasa sangat
nyaman hidup di dunia maya. Di dunia maya, siapapun bisa melakukan apa saja
tanpa harus takut akan ada teguran atau cibiran dari orang lain. Seseorang yang
hidup di dunia maya dapat menjadi orang lain atau tidak menjadi dirinya sendiri
untuk mendapatkan kesenangan. Seseorang yang ‘hidup’ di dunia maya bisa saja
mengalami kemunduran. Maksudnya, dengan seringnya berinteraksi di dunia maya,
seseorang bisa menjadi tidak percaya diri ketika berinteraksi di lingkungan
sosial dalam dunia nyata. Selain itu, kecanduan internet juga dapat menyebabkan
hilangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Kebanyakan
kasus kecanduan internet terjadi pada anak-anak, khususnya yang masih labil.
Kasus ini biasanya terjadi pada anak-anak yang kurang memiliki perhatian
keluarganya, sehingga mencurahkan segala masalah dan kehidupannya di dunia
maya. Menurut para psikiater anak, kecanduan itu dapat dicegah jika orangtua
dan orang dewasa berperan aktif. ”Berikan pemahaman untung ruginya atau
konsekuensi sesuai umur masing-masing. Internet terbukti sangat bermanfaat
selama masih bisa kita kontrol,” kata psikiater Richard Budiman SpKJ, pengelola
Sanatorium Dharmawangsa, tempat puluhan psikiater praktik. Orang tua dan
anak-anaknya pun bisa membuat kesepakatan bersama mengenai waktu dan lama
mengakses internet. Situs dan jenis permainan yang diakses pun patut diketahui
orangtua. Pembiaran hanya akan membuat kecanduan menjadi soal waktu. Sebagian
besar peserta sepakat bahwa melarang anak sama sekali mengakses internet bukan
solusi. Pasalnya, internet mudah diakses di mana-mana dengan tarif terjangkau. Pengobatan
bagi yang kecanduan, kata Elijati, di antaranya psikoterapi, obat antipsikotik,
antidepresi, dan terapi keluarga. Akar masalah yang memicu anak lari ke
internet pun harus diketahui. ”Pengobatannya tidak mudah karena harus
melibatkan banyak hal,” kata Elijati, yang disetujui psikiater lainnya.
Sumber :
http://diskominfo.tarakankota.go.id/artikel.php?op=detil&mid=3