Rabu, 30 November 2011

Manusia dan Keadilan

Manusia dan Keadilan
            Pengertian keadilan secara umum yaitu kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Manurut Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan tersebut diartikan sebagai titik tengah di antara kedua ujung yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Keadilan merupakan suatu proporsi yang telah ditetapkan sesuai dengan ukurannya. Menurut Plato, keadilan diproyeksikan terhadap diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Sedangkan pendapat Socrates, keadilan tercipta apabila warga Negara sudah merasakan pihak pemerintah telah menjalankan tugasnya dengan baik. Dari beberapa pengertian keadilan tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan merupakan suatu kondisi ideal yang tercipta sesuai dengan ukuran atau proporsinya masing-masing. Secara singkat, keadilan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang sesuai atau pada tempatnya.
            Kata keadilan identik dengan kehidupan bernegara, dimana masyarakat seringkali menuntut keadilan dari pihak ‘penguasa’ atau pemerintah. Jika keadilan diibaratkan sebagai suatu kondisi yang ideal, maka untuk mencapai kondisi ideal tersebut dibutuhkan keseimbangan dalam melaksanakan hak dan kewajiban yang dimiliki warga Negara. Setelah melaksanakan keseimbangan tersebut, barulah diberikan keadilan sebagai ‘gift’. Pada hakikatnya, manusia akan selalu menuntut keadilan sebab manusia tidak ingin merasa ‘dianiaya’ atau ‘dirugikan’ dalam menjalankan kehidupannya, terutama kehidupan berbangsa dan bernegara. Manusia merupakan makhluk yang sangat peka terhadap keadilan. Akan tetapi, manusia seringkali menyalah-artikan kata ‘keadilan’ tersebut. Banyak orang yang menganggap bahwa keadilan adalah sesuatu yang dibagi sama rata antara individu dengan individu lainnya. Padahal arti keadilan yang sesungguhnya adalah pembagian sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh individu tersebut. Contoh :
Ada kakak-beradik, sang kakak adalah seorang mahasiswa sedangkan sang adik adalah seorang siswa kelas 6 SD. Mereka diberi uang saku yang sama yaitu masing-masing Rp. 15.000,00. Hal ini menggambarkan ketidakadilan sebab kebutuhan seorang mahasiswa pasti lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan seorang anak kelas 6 SD. Sehingga dengan uang saku yang jumlahnya sama, siswa SD memiliki uang saku yang berlebih untuk anak seusianya. Sedangkan mahasiswa mengalami kekurangan dalam segi ‘materi’ karena mahasiswa memiliki kebutuhan yang lebih banyak sehingga dengan jumlah uang saku tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhannya sebagai mahasiswa.
            Keadilan dapat dikaitkan dengan pancasila, khususnya sila ke-lima yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan sosial merupakan langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Dengan sila tersebut, masyarakat Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Keadilan sosial dapat diwujudkan melalui langkah-langkah tertentu diantaranya dengan delapan jalur, yaitu :
1.      Pemerataan kebutuhan pokok rakyat.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemerataan kesempatan berusaha.
6.      Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
7.      Pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
            Dengan terlaksananya delapan jalur tersebut, masyarakat Indonesia dapat mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang adil sehingga tercipta pula kemakmuran dan kesejahteraan bangsa sesuai dengan konteks “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar