Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, sudah pasti disertai bakat dalam dirinya. Bakat itu sendiri merupakan suatu potensi yang dimiliki seseorang, yang dapat dikembangkan dengan berbagai cara. Misalnya bakat menyanyi, bakat ini dapat dikembangkan melalui latihan atau les vokal. Namun, seringkali kita tidak menyadari bakat apa yang kita miliki. Penemuan bakat pada setiap individu tidak hanya dapat dilakukan oleh diri sendiri. Orang lain pun dapat melihat bakat yang ada pada individu lainnya. Pada tingkatan usia tertentu, bakat seseorang akan dipengaruhi oleh lingkungan, seperti lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Semestinya, lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga membantu seorang anak untuk menumbuhkembangkan bakatnya. Faktanya, yang terjadi di masyarakat adalah pendidik dan orang tua seringkali memaksakan kehendaknya agar sang anak menjadi apa yang mereka inginkan. Padahal, tugas seorang pendidik bukan hanya men’cekoki’ anak dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, tapi juga mendidik anak tersebut untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Seringkali kemampuan kreatif seseorang begitu ditekan oleh pendidikan dan pengalamannya sehingga ia tidak dapat mengenali potensi diri seluruhnya, bahkan tidak dapat mewujudkannya. Kemampuan kreatif atau kreativitas itu sendiri merupakan hal yang dapat membantu anak untuk mengembangkan bakatnya. Lalu apa yang terjadi pada anak apabila kreativitasnya justru tertekan oleh pendidikan? Pastilah bakatnya tidak dapat berkembang dan sia-sia. Pendidikan memang hal yang penting, tapi dengan syarat ‘pendidikan yang mendidik’ bukan ‘pendidikan yang memaksa’. Pendidikan yang sesungguhnya, dapat melakukan banyak untuk membantu seseorang mencapai perwujudan diri sepenuhnya. Kini, banyak sekali orang yang memiliki benih-benih kekreatifan, tetapi lingkungan gagal memberikan pupuk yang tepat untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, orang-orang seperti ini tidak akan pernah hidup sebagai dirinya yang ‘utuh’.
Akan ada banyak sekali kemungkinan dari pola pendidikan tertentu. Namun, pada intinya pola pendidikan yang benar akan mendatangkan hasil yang positif dan pola pendidikan yang salah akan mendatangkan hasil yang negatif. Sebagai contoh, sebuah keluarga menetapkan pola pendidikan otoriter. Sang anak selalu ‘disetir’ oleh orang tua, padahal anak tersebut memiliki bakat yang luar biasa dalam hal melukis. Akan tetapi orang tuanya selalu memaksa dia untuk mengikuti les mata pelajaran di sekolah dan tidak menghiraukan bakat melukis pada diri anak tersebut. Pada akhirnya yang terjadi adalah bakat yang dimilikinya tidak berkembang, dan kemampuan akademisnya pun akan tetap standar atau mungkin malah menurun, sebab anak tersebut menjalaninya dengan ‘keterpaksaan’. Inilah yang akhirnya ‘membunuh’ kreativitas anak dan dapat dikategorikan sebagai “Anak Berbakat, Miskin Kreativitas..”
Pada contoh kedua, yakni seorang anak yang dididik dengan pola pendidikan demokratis, orang tua hanya bertindak sebagai ‘motivator dan fasilitator’. Maksudnya, mereka memberikan pendidikan formal pada anak sebagaimana mestinya, tapi tidak terlalu memaksa anak tersebut harus selalu mendapat nilai bagus. Mereka membiarkan sang anak berkembang dengan sendirinya tapi selalu memberi pengarahan tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Ketika mereka mendapati bahwa anak tersebut memiliki bakat melukis, maka yang dilakukan adalah memfasilitasi sang anak agar dapat mengembangkan bakatnya dan membebaskan anak tersebut untuk melakukan apa yang disukainya selam masih dalam jalur yang benar. Pada akhirnya dalam diri anak tersebut akan timbul percaya diri yang besar karena merasa lingkungannya mendukung bakatnya itu. Setelah itu, kreativitasnya pun akan terus meningkat, dan dengan sendirinya akan diimbangi oleh semangat belajar sebab ia menjalaninya dengan sukarela atau tanpa paksaan.
Dari kedua contoh di atas jelas sekali perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya ‘lingkungan’ adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan kreativitas anak.
Sumber referensi : Buku teks Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat karya Prof. Dr. Utami Munandar.
Tidak ada komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar